Timbangan Ilmu |
Beberapa hari lalu,
orangtua, guru, dan murid-murid baru saja merayakan hari pertama masuk sekolah.
Penuh semangat. Setidaknya itu berarti mereka punya sekolah baru, guru baru,
kelas baru, teman baru, buku-buku baru. Semua nyaris serba baru.
.
Ada harapan yang membuncah. Kini mereka punya
sekolah dan kampus baru tempat melabuhkan harapan dan masa depan.
Pertanyaannya, lalu apa yang didapat di sekolah setelahnya?
.
Bukankah semua pengetahuan yang diajarkan di
kelas sudah berserakan di dunia maya. Tinggal pakai mesin pencari dan sedikit
kuota yang disiapkan. Selebihnya klik saja atau enter.
.
Apa pula yang kelak membedakan para siswa,
antara lulusan sekolah A dan B, antara kampus A dan B? Atau antara yang
bersekolah dan tidak pernah menamatkan pendidikan serta punya ijazah formal
dari kampus?
.
Sebab baju boleh satu ragam. Sekolah bisa sama
modelnya. Buku dan materi mungkin sama yang diajarkan. Durasi waktu dan metode
tak jauh berbeda pula. Bahkan otak manusia pun, kabarnya, kata pakar, semua dicipta
sama.
.
Jadi apa yang membedakan manusia? Ya, timbangan
ilmunya adalah adabnya. Ibarat uang logam, dua kepingnya adalah pasangan. Tak
boleh dipisahkan. Kapan waktu keduanya dijauhkan atau tidak sejalan. Maka
semuanya tak bernilai apa-apa.
.
Ilmu dinilai dengan adabnya. Ilmu ditimbang
dengan akhlaknya. Ilmu bermanfaat karena kesantunannya. Sebagaimana ilmu
dihargai, dimuliakan juga karena ibadah dan takwanya.
Tulisan Oleh Ustadz Masykur Suyuthi ( @daengsituju2017 )
Post A Comment:
0 comments so far,add yours